Kamis, 05 April 2012

Kelarutan Intrinsik Obat


PERCOBAAN I
KELARUTAN INTRINSIK OBAT
A.      Tujuan
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk memperkenalkan konsep dan proses pendukung sistem kelarutan obat dan menemukan parameter kelarutan zat.
B.       Landasan Teori
Kelarutan adalah kadar solut dalam sejumlah solven pada suhu tertentu yang menunjukan bahwa interaksi spontan satu atau lebih solut atau solven telah terjadi dan membentuk dispersi molekuler yang homogen. Kelarutan dapat diungkapkan melalui banyak cara yaitu dengan jumlah pelarut (dalam ml) yang dibutuhkan untuk setiap gram solut, dengan pendekatan berupa perbandingan (Purba, 2007).
Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia yang penting untuk diperhatikan pada tahap preformulasi sebelum memformula bahan obat menjadi sediaan. Beberapa metode dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan obat, antara lain: melalui pembentukan garam, perubahan struktur internal kristal (polimorfi) atau penambahan suatu bahan penolong, misalnya bahan pengompleks, surfaktan dan kosolven (Yalkowsky, 1981).
Secara kuantitatif, kelarutan dapat diartikan sebagai konsentrasi bahan terlarut dalam suatu larutan jenuh pada suatu suhu tertentu. Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas pelarut yaitu momen dipolnya. Kelarutan suatu zat padat dalam air akan semakin tinggi bila suhunya dinaikan. Adanya panas (kalor) mengakibatkan semakin renggangnya jarak antar molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak antar molekul zat padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi lemah sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul air. Berbeda dengan zat padat, adannya pengaruh kenaikan suhu akan menyebabkan kelarutan gas dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena gas yang terlarut di dalam air akan terlepas meninggalkan air bila suhu meningkat (Voight, 1994).
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya. Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut dalam air. Menurut Hilderbrane : kemampuan zat terlarut untuk membentuk ikatan hidrogen lebih pentig dari pada kemolaran suatu zat.
Senyawa polar (mempunyai kutub muatan) akan mudah larut dalam senyawa polar. Sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam senyawa nonpolar, misalnya lemak mudah larut dalam minyak.Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik antara ion-ion karena konstanta dielektiknya yang rendah. Pelarut polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat non polar sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Tetapan dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan dari tetapan dielektrik masing-masing yang sudah dikalikan dengan % volume masing-masing komponen pelarut (Idris, 2003).
Kelarutan suatu zat (solut) dalam solven tertentu digambarkan sebagai senyawa atau zat yang strukturnya menyerupai akan saling melarutkan, yang penjabarannya didasarkan atas polaritas antara solven dan solut yang dinyatakan dengan tetapan dielektrikum, atau momen dipol, ikatan hidrogen, ikatan van der waals (Suharsini dan Saptarini, 2007).

C.    Alat dan bahan
*   Alat :
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah ;
§  Erlenmeyer 250 ml 7 buah
§  Timbangan
§  Corong
§  Buret 50 ml
§  Pipet tetes
§  Tabung reaksi  7 buah
§  Pipet ukur 10 ml
§  Statif dan Klem
§  Filler
*    Bahan :
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
§  Asam salisilat
§  Aquades
§  Etanol 95%
§  Indicator fenolftalin
§  Larutan NaOH 0,1 N
§  Kertas saring

D.      Prosedur kerja



 





A.    Hasil pengamatan

a.Tabel  Pengamatan 
Tabung
Volume (ml)
Asam salisilat
Air
Etanol
Propylenglycol
NaOH
(gr)
1
6
0
4
1,2
1
2
6
0,5
3,5
3,6
1
3
6
1,0
3,0
6,8
1
4
6
1,5
2,5
0,3
1
5
6
3,0
1,0
1,9
1
6
6
3,5
0,5
3,9
1
7
6
4,0
0
2,0
1


b.        Konstanta dielektrik pelarut campur
Tabung Ke-
ε air
ε etanol
ε p. Propylenglycol
ε pelarut campur
 (ε air + ε etanol + ε Propylenglycol)
1
48,24
0
20
68,24
2
48,24
1,285
17,5
67,025
3
48,24
2,57
15
65,81
4
48,24
3,855
12,5
64,595
5
48,24
7,71
5
60,95
6
48,24
8,995
2,5
59,735
7
48,24
10,28
0
58,52
F.     Pembahasan
Larutan merupakan campuran homogen dua zat atau lebih yang saling melarutkan dan masing-masing zat penyusunnya tidak dapat dibedakan lagi secara fisik. Suatu larutan dikatakan jenuh apabila terjadi kesetimbangan antara fase solut dan fase solven dalam larutan yang bersangkutan (Purba, 2007).
                       Kelarutan adalah kadar solut dalam sejumlah solven pada suhu tertentu yang menunjukan bahwa interaksi spontan satu atau lebih solut atau solven telah terjadi dan membentuk dispersi molekuler yang homogen. Kelarutan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pH, temperatur(suhu), jenis pelarut, bentuk dan ukuran partikel zat, konstanta dielektrik pelarut dan adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks, ion sejenis.
Pada percobaan ini digunakan beberapa larutan sebagai sampel diantaranya, Aquades, Etanol, Propylenglycol, Natrium hidroksida (NaOH) dan fenolptalein sebagai indikator. Seringkali zat terlarut  lebih larut dalam campuran pelarut dari pada dalam satu pelarut saja. Gejala ini dikenal dengan melarut bersama (cosolvency). Metode yang digunakan adalah metode titrasi asam basa, yaitu suatu metode yang digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu larutan yang belum diketahui konsentrasinya dengan menggunakan larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya, oleh karena itu pada percobaan digunakan larutan NaOH yang telah diketahui konsentrasinya yaitu 0,1 N.
Percobaan dilakukan dengan menggunakan 7 tabung yang berbeda. Etanol dan Propylenglycol dimasukkan secara terpisah kedalam masing-masing tabung yang telah berisi 6 ml aquades berdasarkan volume yang telah ditentukan, yaitu etanol pada tabung 2 = 0,5 ml, tabung 3 = 1 ml, tabung 4 = 1,5ml, tabung 5 = 3ml, tabung 6 = 3,5ml dan tabung 7 = 4 ml. Sedangkan volume Propylenglycol pada masing-masing tabung yaitu : tabung 1 = 4 ml, tabung 2 = 3,5 ml, tabung 3 = 3ml, tabung 4 = 1,5 ml, tabung 5 = 1ml, dan tabung 6 = 0,5 ml. Kemudian masing-masing ditambahkan ditambahkan 1 gr Asam Salisilat dan beberapa tetes Indikator dan dititrasi dengan larutan NaOH. Masing-masing tabung memiliki volume titrasi yang berbeda, tabung 1 = 1,2 ml, tabung 2 = 3,6 ml, tabung 3 = 6,8 ml, tabung 4 = 1,5 ml, tabung 5 = 1,9 ml, tabung 6 = 3,5 ml, dan tabung 7 = 2,0 ml.
Setelah diketahui volume titrasinya, ditentukan kadar asam salisilat pada masing – masing tabung. Diperoleh kadar asam salisilat yang paling besar yaitu pada tabung 3 yaitu 0,136 M karena mempunyai volume yang besar, dan yang paling sedikit yaitu pada tabung 4 yaitu 0,006 M, dari sini dapat dikatakan bahwa besarnya kadar asam salisilat ditentukan pula dengan volume NaOH, semakin besar volumenya maka semakin besar pula kadar asam salisilatnya begitupun sebaliknya.
Kemudian ditentukan pula konstanta dielektrik air dalam pelarut campur, yaitu dengan mengalikan jumlah dan persen volume  air yaitu : 48,24. Dengan cara yang sama ditentukan yaitu 10,28 pada tabung 7, sedangkan konstanta dielektrik pelarut campur pada Porpilenglikol yaitu pada tabung 1 = 20.
Gugus polar dari asam salisilat adalah gugus  -OH dan gugus nonpolar pada asam salisilat adalah gugus cincin benzen. Struktur tersebut menyebabkan asam salisilat dapat larut pada sebagian pelarut polar dan sebagian pada pelarut non polar. Namun, karena memiliki gugus polar dan non polar sekaligus dalam satu gugus, asam salislat sukar larut dengan sempurna pada pelarut polar saja atau pelarut non polar saja. Asam salisilat sukar larut pada air yang merupakan pelarut non polar, tetapi mudah larut pada etanol yang merupakan pelarut semi polar.
Berdasarkan teori terjadi perbedaan dengan hasil percobaan yang telah dilakukan. Hal ini kemungkinan dikarenakan, pengocokan terhadap larutan tidak merata dan kurang hati-hati serta kecepatan tirasi larutan NaOH yang berlebihan sehingga volumenya besar dan menghasilkan warna yang lebih terang.
Dari hasil percobaan, dapat diketahui bahwa semakin kecil volume NaOH maka jumlah kadar asam salisilatnya akan semakin besar. Sebaliknya, apabila volume NaOHnya besar maka kadar asam salisilatnya juga  sedikit. Pada keadaan ini, suhu dan ukuran permukaan sangat berpengaruh, semakin tinggi suhu semakin cepat suatu zat akan larut. Semakin kecil luas permukaan, semakin cepat pula suatu zat itu larut.
G.       Kesimpulan
Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia yang penting untuk diperhatikan pada tahap preformulasi sebelum memformula bahan obat menjadi sediaan. Proses kelarutan zat dipengaruhi oleh polaritas pelarut yaitu momen dipolnya, dimana pelarut polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik. Besarnya tetapan dielektrik yang terjadi pada proses kelarutan dapat diatur dengan penambahan pelarut lain.

 
                                                DAFTAR PUSTAKA


Ditjen POM, 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Departement Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.

Idris, Effendi, 2003, Materi kuliah Farmasi Fisika, Jurusan Farmasi Universitas Hasanuddin: Makassar.

Purba, Michael.2006.Kimia untuk SMA kelasXI .Jakarta : Erlangga.
R.W, Erindyah dan Sukmawati, Anita.2005. ‘Peningkatan Kelarutan Penta-gamavunon-1 melalui Pembentukan Kompleks dengan Polivinilpirolidon’, Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 6(2), Hal : 127 – 137.

Suharsini.M,  Saptarini.M.2007.Kimia dan Kecakapan Hidup kelas XI. Jakarta : Ganeca Exact.
Yalkowsky, S. H. 1981. Techniques of Solubilization of Drugs, pp. 135-143, New
York: Marcel Dekker.

Voight, 1994. Buku pelajaran Teknologi Farmasi edisi V. Penerbit Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.